Dilan dan Aku

Assalamualaikum!


Sekarang gua lagi nggak pengen becanda.

Sekarang biarkan gua untuk serius.

Boleh, kan, ya?




------------------------- Garis Penanda Keseriusan -------------------------

Keren.

Begitu pikirku ketika membayangkan seseorang yang suka membaca buku.

Apalagi kalau seseorang itu adalah wanita,

memakai kacamata.


Tapi tidak, kali ini aku tidak akan membicarakan tentang wanita berkacamata, mungkin nanti.

Yang kan ku bahas sekarang adalah Dilan.

Dilan yang sejak kemarin malam, bermain petasan tak berkesudahan di dalam pikiran.

Nyala warna petasan, ditambah latar belakang warna hitam, sungguh indah, bukan?

Seperti itulah yang terjadi di dalam sana. Setidaknya untuk sesaat. Ya minimal sampai minggu depan lah.

Oh iya, mari kukenalkan pada Dilan!

Dilan

Jadi kalian mengerti kan maksudku sekarang?



Ya, aku baru saja membaca 3/4 dari buku berjudul "Dilan, dia adalah Dilanku tahun 1990" karya Pidi Baiq.

Kenapa 3/4?

Karena aku hanya membacanya di blog hasil copasan orang, dan dia hanya mengcopas 3/4 bagian dari buku itu -_-

Maafkan diriku yang terlalu malas ke toko buku untuk membeli buku aslinya, salahkan aku dan keluargaku yang metal-metal kesibukan kuliahku, dan tempatku berkuliah yang membutuhkan waktu 2 jam naik angkutan umum untuk menuju toko buku karena macet saat weekend tiba.

Lagipula, uang yang ada di dompetku sekarang ini hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan dasarku, yaitu menraktir gebetan makan di Konoha.

Ehm, jadi, kembali ke Dilan ...

Aku bertemu Dilan, saat sedang menscroll timeline instagram-ku. Cukup tidak nyambung memang, tapi yang namanya jodoh memang suka begitu.

Sekelumat kutipan indah ini yang membuatku penasaran dengannya :

“Milea 1”
Bolehkan aku punya pendapat?
Ini tentang dia yang ada di bumi
Ketika Tuhan menciptakan dirinya
Kukira DIA ada maksud mau pamer
(Dilan, Bandung 1990)
Kalian bisa lihat sendiri kan?

Dia menggombal. TAPI secara halus. Sehingga tidak terkesan murahan, norak, ataupun picisan.


Penasaran darimana kalimat senga' itu berasal, aku mencoba mencari tahu melalui sahabat serba tahu ku, mbah Google.


.
.
.
.
.
.


Dan berakhirlah aku disini.

Menuliskan tentang Dilan.

Mungkin ada baiknya, kalian mengenal Dilan lebih dalam, silahkan :



Bagi yang masih belum tertarik, hmm, akan kubuat kalian tertarik!

“Selamat pagi” 
“Pagi”, kujawab, sambil menoleh kepadanya sebentar 
“Kamu Milea, ya?” 
“Eh?”, kutoleh dia, memastikan barangkali aku kenal dirinya. Nyatanya tidak, lalu kujawab: “Iya” 
“Boleh gak aku meramal?” 
“Meramal?”, Aku langsung heran dengan pertanyaannya. Kok meramal? Kok bukan kenalan? 
“Iya. Aku ramal, nanti kita akan bertemu di kantin”.


Tapi dia berbisik, suaranya kudengar pelan sekali menyebut namaku: 
“Milea” 
Aku diam untuk tidak menanggapi. 
“Kamu cantik”, katanya lagi dengan suara yang pelan tanpa memandangku. 
Heh? Aku kaget. Serius, hampir-hampir tak percaya dia akan bicara begitu. Aku bingung harus gimana dan berusaha memastikan bahwa kawan-kawanku di angkot, tidak mendengar apa yang dia katakan. Aku merasa seperti malu. 
“Makasih”, akhirnya kujawab sambil tetap baca buku, dengan intonasi yang datar, tanpa memandang dirinya. Dengan suara yang pelan bagai berbisik, kudengar dia bicara: 
“Tapi, aku belum mencintaimu…….Enggak tahu kalau sore” 
Ih! Suaranya pelan, tapi rasanya seperti petir. Aku diam, tidak mau merespon omongannya 
“Tunggu aja”, katanya lagi.


Dilan minta kertas, aku kasih. 
Di kertas itu, dia nulis: 
Informasi: 
Daftar orang-orang yang ingin jadi pacarmu: 
1.       Nandan (Kelas 2 Biologi) 
2.       Pak Aslan (Guru Olah Raga) 
3.       Tobri (Kelas 3 Sosial) 
4.       Acil (Kelas 2 Fisika) 
5.       Dilan (Manusia)  
Aku senyum membacanya. Kemudian kulihat dia mencoret semua nama di daftar itu, kecuali nama dirinya. 
“Kenapa?”, kutanya 
“Semuanya akan gagal”, dia bilang begitu dengan berbisik. 
“Kecuali kamu?” 
“Iya. Doain” 

Pelan-pelan kusobek ujung dari pembungkus kado itu. 
Dan, mari kuberitahu apa isinya: Satu buah TTS!!! Sama, aku juga terkejut. Kenapa TTS? Kubuka-buka, barangkali TTS itu cuma hal lain dari inti kado yang sesungguhnya. 
TTS nya udah diisi semua. Sudah dijawab semua, entah benar atau tidak. Belum sempat kuperiksa, sudah kudapati di tengahnya ada selembar kertas putih. Ukuran A4 dengan tulisan tangan Dilan yang bagus: 
SELAMAT ULANG TAHUN, MILEA. 
INI HADIAH UNTUKMU, CUMA TTS. 
TAPI SUDAH KUISI SEMUA. 
AKU SAYANG KAMU 
AKU TIDAK MAU KAMU PUSINGKARENA HARUS MENGISINYA.  

DILAN!  

“Kamu pergi sekarang, Dilan?”. Seperti berat rasanya membiarkan dia pergi 
“Iya. Kamu tidur. Istirahat. Biar lekas sembuh, lincah kembali” 
“Iya”. Berat sekali saat kubilang “iya” 
“Nenek yang bawa motor?”, Dilan nanya ke Bi Asih sambil menyodorkan kunci motor 
“Gak bisa” 
“Ya, udah, Nenek yang dorong” 
“Mogok gitu?” 
“Pura-pura mogok aja, Nek” 
“Pura-puuuura? Biar apa?” 
“Biar Nenek capek” 

Hari itu aku masih tidak sekolah, karena surat izinnya berlaku sampai selama tiga hari. Aku mendapat telepon dari Dilan, kira-kira saat di sekolah sedang waktunya istirahat. 
“Hey”, kusapa dia 
“Aku lagi istirahat nih. Capek!”, jawab Dilan, suaranya terengah-engah begitu

“Habis ngapain gitu?”

“Belajar”

“Ha ha ha”

“Kenapa ketawa?”

“Ga apa-apa. Kenapa emang kalau ketawa?”

“Aku senang mendengarnya”
“He he he kamu sudah makan?”
“Aku tadi sudah makan belum?” Dilan kayaknya nanya ke orang yang ada di sebelahnya
“Nanya ke siapa?”
“Ini, ibu-ibu, yg lagi antri nunggu telepon”
“Hah? Ha ha ha ngapain?”. Tanyaku. Dilan memang nelepon menggunakan telepon umum
“Bu, mau kenalan gak sama Lia?”, dia pasti nanya lagi sama orang yang lagi antri itu,”Enggak katanya! Sombong”, sambung Dilan
“Ha ha ha. Bilangin ke dia, nanti menyesal gitu”
“Malu”
“Tadi kamu gak malu nanya-nanya dia?”
“Oh iya. Bentar. Bu, nanti menyesal lho”
“Ha ha ha ha ha”
“Cantik ibu!”
“Ha ha ha ha ha”
“Mau nomor teleponnya gak?!”, dia masih nanya ke orang yang antri itu.
“Ha ha ha jangan dikasihin, Lan, biar dia cari sendiri”
“Eh jangan kenal deh, Bu”
“Kenapa?”, kutanya
“Nanti ibu jadi cinta”
“Ha ha ha ha lesbi”
“Saingan deh sama aku”
“Ha ha ha ha ha”
“Tapi aku lagi sedih, Bu, dia tiga hari gak sekolah”
“Ha ha ha Besok sekolah. Bilangin”
“Bilang ke siapa?”
“Ke kamu”
“Ha ha ha ha ha ha”


“Kamu tahu gak nama jalan ini sudah kuganti?”

“Jadi jalan apa?”

“Jalan Milea”

“Ha ha ha”

“Jalan Milea dan Dilan”, katanya

“Jalan Milea dan Dilan Sang Peramal”
“Jalan Milea dan Dilan Sang Peramal Yang Semalam Mikirin Milea”
“Kenapa mikirin aku?”, kutanya
“Aku hanya mikir yang senang-senang”
“Kamu senang mikirin aku?”
“Malah bingung”
“Kenapa?”
“Bingung bagaimana menghentikannya”
“Menghentikan apa?”
“Mikirin kamu ha ha ha”
“Ha ha ha ha emang ingin berhenti?”
“Iya”
“Kenapa?”
“Harus selalu dekat, biar enggak perlu kupikirin”
“Ha ha ha ha ha ha”
“Kamu bagus ketawanya”
“Kamu juga bagus”
“Kita bersaing”
“Ha ha ha ha ha”


“Oke. Sekarang kamu tidur”

“Kamu juga”, kataku

“Iya”

“Anhar sudah pulang?”, kutanya

“Sudah. Cuma sebentar. Nah, sekarang kamu tidur. Jangan begadang. Dan jangan rindu”

“Kenapa?”, kutanya
“Berat. Kau gak akan kuat. Biar aku saja”
“Ha ha ha Biarin”


Yang terakhir... terlalu gemas :')


Ya, jadi sekiranya seperti itulah yang sedang kuhadapi sekarang, ku harap kamu mengerti.


Lalu, membaca buku itu, membuatku gemas.

Kenapa aku tidak bisa seperti Dilan. Berlaku seperti itu kepada Milea-ku.

Ingin rasanya bisa seperti itu.

Mendekati wanita yang kita suka, dengan menjadi diri sendiri.

Sebab, yang kulihat selama ini, ketika lelaki mendekati wanita, mereka menjadi orang lain.

Pernah salah seorang temanku berkata seperti ini kepadaku :

"Ah, gimana sih cong! Lu kalo ngedeketin cewek gitu sih, salah skillnya, jadi friendzone mulu deh"

yang ku jawab dengan pasrah

"Yah, abisan mau gimana, gua emang gini."


Ya, aku memang begini. Mau diapakan lagi?

Bagiku, salah satu cara menghargai wanita yang kita sukai, adalah dengan cara mendekatinya dalam wujud diri kita apa adanya.

Kita menyukainya tanpa dia perlu berbuat apa-apa, bukan?

Kalau dia suka, ya karena dia suka dengan kita, sebagaimana kita suka dengan dirinya, apa adanya.

Tolong janganlah dilebih-lebihkan. Jadilah dirimu sendiri. Kalau dia memang tulus, dia akan menerimamu. Seutuhnya.



Satu lagi pemikiran, yang tak pernah habis terpikirkan, olehku :

Sebenarnya, tujuan pacaran itu apa sih?

Ada salah seorang teman, yang mengatakan, kalau kita pacaran, ya ujung-ujungnya "kesitu".

Kesitu dalam tanda kutip, kalian tau sendiri lah artinya apa.

Ketika mendengar hal tersebut, aku bingung, bukannya bermaksud sok alim atau apa, tapi, heran saja.  
Kenapa mereka, para lelaki itu, dengan mudahnya, tanpa rasa bersalah, menganggap perempuan itu seperti sesuatu yang murah.

Karena bagiku, wanita itu mahal. Sangat mahal.



Menyentuh tangannya saja, membutuhkan keberanian yang cukup lumayan. Apalagi memeluknya.

Ingin sih, tapi ya itu, aku tidak ingin menurunkan harga mereka.

Lagipula aku tidak berani.

Bukannya sok alim atau apa,

tapi,

aku takut keterusan.








Yang tadi becanda ya hehe.



Tapi, aku juga tidak menolak pacaran.

Iya,

Aku tidak setuju dengan pacaran yang "kesitu", tapi aku setuju dengan pacaran.

Jadi, pacaran versiku ya paling tidak jauh-jauh dari : ketemuan, ngobrol, jalan bareng, makan bareng, nonton bareng, chat, telpon, dan ya... sudah.

Mungkin bagi sebagian orang itu membosankan. Tapi kalau dilewati dengan orang yang kita suka?






Bagi diriku sendiri, pacaran lebih seperti...

Mempunyai orang yang selalu ada.

Ya, sebab, sepengalamanku, teman tidak akan selalu ada.

Bohong itu yang bilang teman akan selalu ada.

Karena mereka, pada ujungnya, akan punya kesibukan sendiri. Karena mereka, pada akhirnya, akan punya pacar sendiri.

Kalian pasti pernah merasakannya, ketika teman kalian baru pacaran, Ia akan lebih memilih bersama pacarnya. Ya, itu menjadi bukti kalau teman tidak selalu ada.

Bukankah manusia diciptakan berpasang-pasangan?

Pasangan itulah yang nantinya akan selalu ada untuk kita.

Selain itu,

Mungkin berbeda dengan mereka yang sekarang tinggal di rumah bersama orangtua, karena bagiku, yang sedang berada di tanah rantau, orangtua tidak selalu ada disini. Mereka ada, tapi disana. Aku tidak bilang mereka tidak ada. Mereka ada.


Bayangkan, di saat kalian baru saja menonton film/membaca buku/mendengar lagu yang bagus, dan kalian ingin membagi rasa bahagia itu ke orang lain. Siapa yang akan kalian hubungi pertama kali?

Bayangkan, di saat kalian sedih, kesal, ingin mencurahkan kegundahan hati ke seseorang. Siapa yang akan kalian hubungi pertama kali?

Dan, bagiku, pacaran seperti...

Berbagi perasaan. Entah itu bahagia, ataupun sedih. Kalau bisa sih bahagia saja. Tapi sedih juga tidak apa.




Dan terakhir, mungkin aku sudah pernah bilang, sekarang aku sedang menganut : Kalau bisa pacaran sampe nikah.

Ya, mungkin aku sudah cukup dewasa untuk menganut keyakinan tersebut.

Penjabaran lebih lanjut dari keyakinan itu seperti ini :

Aku tidak ingin sembarangan mendekati wanita. Wanita yang akan kudekati harus ku pertimbangkan terlebih dahulu. Aku hanya mendekati wanita yang benar-benar kusuka. Aku akan mendekatinya dengan segenap hati dan jiwa dan raga. Karena aku benar-benar menyukainya.

Tapi,

sampai sekarang aku masih belum merasakan rasa suka yang membuatku mengorbankan urat maluku.

Ingin rasanya seperti Agus di film Jomblo (2006), dimana dia berkeliling kampus menggunakan kostum badut ayam hanya untuk mencari tahu nama wanita yang Ia suka.

Ingin rasanya seperti Dilan, yang memberikan kado ulang tahun berupa TTS yang sudah diisi hanya agar Milea tidak pusing mengisi jawabannya.

Ingin rasanya seperti aku, pergi ke rumah orangtuanya, untuk mengatakan "Om, tante, cuma mau nanya, anaknya kok bisa cantik gitu sih? Apa rahasianya?"

Ya, mungkin itu hanya khayalan babu saja. Haha.






Tapi aku yakin, akan ada saatnya, Dilan dalam diriku keluar. Ketika bertemu Milea yang tepat.






------------------------- Garis Penanda Keseriusan -------------------------

Yak, kelar!

Terima kasih sudah mau membaca ceritaku!

Sekarang mari kita masuk ke sesi : Pamer Lagu~



Golden - Travie Mccoy Ft. Sia

Sumpah Sia tuh kenapa banget sih, pita suaranya dikasih susuk kali ya, lagu yang dia nyanyiin enak-enak gitu :(

Udah ah itu aja, soalnya pas nulis post ini enaknya sambil dengerin lagu itu. Didengerin ya!


Wassalam!






0 komentar:

Posting Komentar

My Instagram